Kemenag: PERTI Teladan Ormas Islam Bangun Bangsa lewat Pendidikan
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Kemenag), Abu Rokhmad, menyebut Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) sebagai contoh organisasi masyarakat (ormas) Islam yang konsisten membangun bangsa melalui pendidikan. Hal itu ia sampaikan saat mewakili Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam menghadiri Milad ke-97 PERTI di Pondok Pesantren Yayasan Atthohiriyah Alfadiliyah (Yatofa) Bodak, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (5/5/2025).
“PERTI lahir dari madrasah. Maka saya ingin menggarisbawahi apa yang disampaikan Bapak Gubernur: jika kita ingin mengubah nasib seseorang atau suatu kaum, maka pendidikan, baik formal maupun informal, adalah pintu paling strategis. PERTI telah memulainya sejak awal,” ujar Abu.
Menurutnya, kontribusi PERTI selama hampir satu abad menunjukkan bahwa ormas Islam memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan mencerdaskan umat. Melalui jaringan madrasah dan pesantren, PERTI tidak hanya mengajarkan ilmu agama seperti salat, zakat, dan tahsinul Qur’an, tetapi juga memberikan pengetahuan umum yang relevan dengan tantangan zaman.
“Apalagi di NTB ini, gudangnya qari dan qariah. Itu tidak lepas dari sistem pendidikan Islam yang kuat, yang juga diperjuangkan oleh ormas seperti PERTI,” tuturnya.
Ia juga menekankan pentingnya tata kelola organisasi. “Hal-hal baik, jika tidak diorganisasi dan diurus secara benar, akan kalah oleh kebatilan yang justru dikelola secara rapi,” imbuhnya.
Abu mengajak PERTI untuk terus memperkuat peran sebagai ormas Islam berbasis keilmuan dan pendidikan. Menjelang usia satu abad, PERTI dinilainya harus mampu menjawab tantangan zaman dan menjadi teladan bagi ormas Islam lainnya.
“PERTI harus menjaga dan melanjutkan cita-cita para pendiri serta membumikan nilai-nilai Islam yang berpijak pada budaya lokal, namun tetap menjunjung nilai-nilai langit,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Umum PERTI, Muhammad Syarfi Hutauruk, mengatakan, PERTI telah menjadi wadah perjuangan para ulama dalam membela agama, mencerdaskan umat, dan membangun bangsa sejak era kolonial hingga kemerdekaan. Meski sempat vakum, PERTI mengalami revitalisasi pada era reformasi dan terus meneguhkan eksistensinya sebagai ormas Islam berbasis keilmuan, tradisi, dan pendidikan berbasis turats.
Menurutnya, PERTI kini dihadapkan pada tantangan zaman modern yang dikenal dengan istilah VUCA (volatility, uncertainty, complexity, ambiguity), yaitu ketidakstabilan, ketidakpastian, kerumitan, dan ketidakjelasan. Untuk menjawabnya, PERTI mengedepankan konsep geoteologi, yaitu kesadaran keagamaan yang berpijak pada realitas geografis dan budaya lokal.
“Konsep ini sangat sesuai dengan semangat PERTI. PERTI bisa mengembangkan tafsir keagamaan yang kontekstual, seperti hubungan antara Islam dan adat di Minangkabau atau pendidikan Islam di wilayah adat lainnya,” kata Buya Syarfi.
Ia menegaskan bahwa pendekatan PERTI mengintegrasikan agama, budaya, dan lingkungan dalam pendidikan dan dakwah, agar nilai-nilai Islam tetap berpijak pada akar bumi tempatnya tumbuh. “Itulah esensi geoteologi. Membumi tetapi bernilai langit,” tandasnya.
Wcp/Mr