Habitus Bourdieu: Menelisik Pengaruhnya dalam Perkembangan Masyarakat Indonesia
Teori habitus yang diperkenalkan oleh Pierre Bourdieu membuka wawasan baru tentang bagaimana pola pikir dan perilaku manusia terbentuk serta berpengaruh dalam membentuk masyarakat. Dalam konteks Indonesia, konsep ini relevan untuk memahami bagaimana latar belakang sosial dan budaya turut menentukan dinamika kehidupan masyarakat, termasuk pola-pola ketimpangan sosial yang terus berulang.
Apa Itu Habitus?
Habitus adalah kumpulan disposisi, kebiasaan, dan pola berpikir yang tertanam dalam diri seseorang akibat pengaruh pengalaman sosial dan budaya. Teori ini tidak hanya terbentuk dari faktor individual, tetapi juga mencerminkan struktur sosial tempat seseorang hidup. Dengan kata lain, habitus membentuk cara pandang seseorang terhadap dunia dan bagaimana ia berinteraksi di dalamnya.
Bourdieu berpendapat bahwa habitus bekerja secara otomatis, tanpa disadari oleh individu. Misalnya, cara seseorang berbicara, memilih pakaian, atau mengambil keputusan sering kali mencerminkan kelas sosial, pendidikan, dan lingkungan tempat ia tumbuh.
Relevansi Habitus dengan Masyarakat Indonesia
Indonesia adalah negara dengan keragaman budaya dan dinamika sosial yang kompleks. Teori ini dapat membantu menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia, seperti:
1. Pendidikan dan Reproduksi Sosial
Dalam dunia pendidikan, habitus sangat terlihat. Anak-anak dari keluarga kelas menengah ke atas cenderung memiliki akses lebih besar terhadap pendidikan berkualitas. Mereka juga membawa habitus yang sesuai dengan tuntutan sistem pendidikan formal, seperti kemampuan bahasa atau pemahaman budaya literasi. Sebaliknya, anak-anak dari keluarga kurang mampu sering kali membawa habitus yang tidak selaras dengan ekspektasi sekolah, yang pada akhirnya memperkuat ketimpangan sosial.
Contohnya, meskipun program beasiswa diperluas, tantangan kultural seperti kurangnya dukungan keluarga atau kebiasaan belajar di rumah tetap menjadi penghalang bagi siswa dari keluarga kurang mampu untuk bersaing di institusi pendidikan elit.
2. Mobilitas Sosial dan Budaya Konsumtif
Di era modern, habitus juga terlihat dalam gaya hidup masyarakat urban Indonesia. Budaya konsumtif yang berkembang pesat mencerminkan bagaimana habitus kelas menengah berusaha meniru gaya hidup kelas atas. Fenomena ini terlihat dalam preferensi terhadap merek tertentu, tempat tinggal di kawasan prestisius, atau tren wisata luar negeri.
Namun, bagi masyarakat dari kelas sosial rendah, habitus mereka sering kali menghambat akses terhadap mobilitas sosial. Ketergantungan pada pekerjaan informal atau terbatasnya jaringan sosial membuat mereka sulit keluar dari lingkaran kemiskinan.
3. Ketimpangan Gender dan Habitus Patriarki
Habitus juga memainkan peran penting dalam mempertahankan norma-norma patriarki di Indonesia. Sejak kecil, anak perempuan sering kali diarahkan untuk memprioritaskan peran domestik, sementara anak laki-laki didorong untuk mengejar karier di luar rumah. Habitus ini terbentuk dari konstruksi sosial yang diwariskan turun-temurun dan terus memengaruhi peran perempuan di berbagai sektor kehidupan.
Namun, di beberapa wilayah perkotaan, perubahan habitus mulai terlihat. Generasi muda perempuan, khususnya dari keluarga berpendidikan, semakin terpapar pada nilai-nilai kesetaraan gender. Mereka mulai membentuk habitus baru yang mendukung partisipasi aktif dalam dunia kerja dan politik.
Mengubah Habitus untuk Kemajuan Masyarakat
Habitus bukan sesuatu yang statis. Ia dapat berubah melalui pendidikan, pengalaman baru, atau eksposur terhadap lingkungan yang berbeda. Dalam konteks Indonesia, salah satu cara untuk mendorong perubahan habitus adalah dengan menciptakan kebijakan yang mendukung inklusivitas sosial, seperti:
Memperluas akses pendidikan berkualitas hingga ke daerah terpencil.
Mengubah paradigma tentang peran perempuan melalui kampanye kesetaraan gender.
Mendorong kesadaran kritis di masyarakat tentang pentingnya keadilan sosial.
Kesimpulan
Teori habitus Bourdieu memberikan kerangka kerja yang relevan untuk memahami perkembangan masyarakat Indonesia, khususnya dalam aspek pendidikan, budaya konsumtif, dan ketimpangan sosial. Dengan mengenali bagaimana habitus membentuk perilaku individu dan kelompok, kita dapat merancang strategi yang lebih efektif untuk mengatasi ketimpangan sosial dan menciptakan masyarakat yang lebih inklusif.
Masyarakat Indonesia memiliki potensi besar untuk mengubah habitus yang selama ini memperkuat ketimpangan menjadi kekuatan untuk mendorong perubahan sosial. Kuncinya adalah menciptakan ruang di mana setiap individu memiliki kesempatan yang setara untuk membentuk habitus baru yang lebih progresif.