
Kebangkitan Partai Nazi: Dari Ketidakpuasan Pasca-Perang hingga Rezim Kediktatoran
Partai Nazi, atau Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei (NSDAP), lebih dikenal sebagai Partai Nazi, adalah gerakan politik yang berkembang di Jerman setelah Perang Dunia I dan akhirnya memicu salah satu konflik terbesar dalam sejarah, yaitu Perang Dunia II. Pembentukan dan pertumbuhan Partai Nazi di bawah pimpinan Adolf Hitler menjadi faktor utama yang membawa Jerman menuju kediktatoran fasis dan kekejaman Holocaust.
Setelah kekalahan Jerman dalam Perang Dunia I pada tahun 1918, negara tersebut mengalami masa sulit secara politik, ekonomi, dan sosial. Perjanjian Versailles yang ditandatangani pada tahun 1919 menuntut Jerman membayar ganti rugi besar, memperburuk krisis ekonomi yang sudah parah. Selain itu, Jerman kehilangan wilayah dan mengalami penghinaan internasional. Perjanjian ini menimbulkan rasa marah dan tertindas di kalangan masyarakat Jerman, menciptakan lahan subur bagi ideologi radikal yang menjanjikan kebangkitan bangsa.
Di sisi lain, Republik Weimar, pemerintahan demokratis yang dibentuk setelah perang, lemah dan tidak stabil. Pemerintahan ini sering menghadapi pemberontakan politik, hiperinflasi, dan pengangguran massal. Dalam situasi ketidakpastian ini, kelompok ekstremis mulai tumbuh, salah satunya adalah Partai Nazi, yang awalnya merupakan kelompok kecil kaum nasionalis.
**Awal Berdirinya Partai Nazi**
Partai Nazi berawal dari Deutsche Arbeiterpartei (DAP) atau Partai Pekerja Jerman, yang didirikan pada Januari 1919 oleh Anton Drexler. Drexler mendirikan partai ini dengan tujuan menyatukan pekerja Jerman melawan komunisme dan kapitalisme yang dianggap merusak negara. Pada awalnya, DAP adalah partai kecil dengan ideologi nasionalis dan anti-Semit.
Pada September 1919, seorang veteran Perang Dunia I bernama Adolf Hitler bergabung dengan DAP setelah tertarik pada pandangan politik Drexler. Dalam waktu singkat, Hitler menunjukkan bakat luar biasa sebagai orator dan propagandis, yang membuatnya cepat naik ke posisi penting dalam partai. Pada 1920, atas saran Hitler, partai ini berganti nama menjadi Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei (NSDAP) atau Partai Nazi, dengan tujuan menarik perhatian yang lebih luas melalui penggabungan nasionalisme dan sosialisme.
**Munculnya Adolf Hitler sebagai Pemimpin**
Setelah bergabung dengan Partai Nazi, Hitler segera mengambil peran utama dalam mengembangkan strategi politik partai. Pada 1921, Hitler menjadi ketua Partai Nazi setelah berhasil menyingkirkan pemimpin lainnya, termasuk Drexler. Ia kemudian memperkenalkan lambang swastika sebagai simbol partai dan membentuk kelompok paramiliter Sturmabteilung (SA) untuk melindungi pertemuan-pertemuan Nazi dan menyerang lawan politik, termasuk komunis dan sosialis.
Hitler memanfaatkan pidato yang dipenuhi kebencian dan retorika nasionalis untuk membangkitkan semangat masyarakat Jerman yang frustrasi dengan kondisi negara. Salah satu doktrin utama Nazi adalah rasisme, di mana orang Jerman dianggap sebagai “ras Arya” yang superior, sedangkan Yahudi, Slavia, dan kelompok minoritas lainnya dianggap sebagai ancaman terhadap kemurnian bangsa Jerman. Ideologi ini kemudian menjadi dasar kebijakan anti-Semit rezim Nazi.
**Kegagalan Kudeta**
Pada 1923, Partai Nazi mencoba melakukan kudeta yang dikenal sebagai Beer Hall Putsch di Munich, dengan harapan menggulingkan pemerintahan Weimar. Kudeta ini gagal, dan Hitler ditangkap serta dijatuhi hukuman lima tahun penjara, meskipun ia hanya menjalani sembilan bulan. Selama di penjara, Hitler menulis buku *Mein Kampf*, yang berisi pandangan politiknya, termasuk keyakinan tentang perjuangan rasial, anti-Semitisme, dan kebenciannya terhadap komunisme serta demokrasi.
*Mein Kampf* menjadi panduan bagi gerakan Nazi dan memberikan cetak biru untuk ideologi fasis mereka. Setelah bebas, Hitler menyadari bahwa satu-satunya cara untuk berkuasa adalah melalui jalur politik yang sah, bukan melalui kudeta. Partai Nazi kemudian fokus pada pengorganisasian dan strategi politik untuk memenangkan dukungan publik.
**Krisis Ekonomi dan Dukungan Politik**
Pada awal 1930-an, Jerman kembali mengalami krisis ekonomi besar akibat Depresi Besar yang menghancurkan perekonomian global. Pengangguran massal, kemiskinan, dan ketidakpuasan yang meluas membuat Partai Nazi mendapatkan dukungan lebih besar, terutama dari kelas menengah yang ketakutan oleh ancaman komunisme.
Pada 1932, Partai Nazi menjadi partai terbesar di parlemen Jerman (Reichstag). Pada Januari 1933, Hitler diangkat sebagai kanselir Jerman oleh Presiden Paul von Hindenburg di bawah tekanan elite politik yang percaya mereka bisa mengendalikan Hitler. Namun, hanya dalam beberapa bulan, Hitler membubarkan demokrasi dan membentuk kediktatoran setelah Kebakaran Reichstag, yang ia jadikan alasan untuk menindas oposisi dan memperkuat kekuasaannya.
**Pembentukan Rezim Nazi**
Setelah menjadi kanselir, Hitler dengan cepat memusatkan kekuasaan. Pada 1934, setelah kematian Hindenburg, Hitler menggabungkan jabatan presiden dan kanselir, menyebut dirinya Führer. Sejak itu, rezim Nazi mulai menegakkan kebijakan totalitarian, menindas semua oposisi politik, dan menerapkan kebijakan rasisme sistematis terhadap Yahudi dan minoritas lainnya. Undang-Undang Nuremberg yang diterbitkan pada 1935 memperkuat kebijakan anti-Semit dan mendehumanisasi warga Yahudi, yang akhirnya memuncak pada Holocaust selama Perang Dunia II.
Partai Nazi, yang muncul dari ketidakpuasan masyarakat Jerman pasca-Perang Dunia I, di bawah kepemimpinan Adolf Hitler, menggunakan propaganda, rasisme, dan kekerasan untuk menarik dukungan. Keberhasilan Hitler dalam menyatukan partai kecil nasionalis menjadi kekuatan politik utama di Jerman memberikan fondasi bagi rezim fasis yang akhirnya membawa dunia ke dalam perang besar dan tragedi kemanusiaan.
Referensi:
BBC History – The Nazi Party
The History Place – The Rise of Adolf Hitler
Holocaust Encyclopedia – Nazi Party