Anies Baswedan dan Partai Baru
3 mins read

Anies Baswedan dan Partai Baru

Anies, konon, akan mendirikan partai baru sendiri. Saya ingin menulis catatan tentang keputusan Anies hendak bikin partai baru ini

Oleh: Ulil Abshar Abdallah

Saya mengikuti dengan cukup intens percakapan media sosial ttg Anies Baswedan. Anda suka atau tak suka, sosok ini memiliki “magnet politik” yg cukup besar. Ada dua sosok politik yg memiliki kesamaan dlm hal daya pikat tetapi jg sekaligus “membelah opini publik”, yaitu Anies dan Ahok. Tetapi mereka memiliki jalan yg berbeda. Ahok memutuskan masuk partai (meskipun dari awal Ahok sudah terbiasa di dalam partai), yaitu PDIP.

Konon, Anies, akan mendirikan partai sendiri. Saya ingin menulis catatan tentang keputusan Anies hendak bikin partai baru itu.

1. Karena Anies sendiri memang memiliki watak sebagai sosok yg “membelah opini,” rencana dia mendirikan partai inipun menimbulkan reaksi yg terbelah. Ada yg mendukung, ada yg sinis. Saya sendiri setuju dg dan mendukung rencana Anies ini mendirikan partai sendiri. Ini, bagi saya, “jalan ninja” terbaik Anies ke depan. Ketimbang menggantungkan diri terus- menerus pada “pinangan” partai2 lain, lebih baik ia memiliki partai sendiri. Dengan begitu, Anies akan memiliki kemerdekaan politik secara relatif (tentu ndak absolut ya).

2. Sudah tentu, ketika partai sudah berdiri, ia akan dipaksa masuk dalam “hukum besi politik” yg keras sekali. Partai2 yg semula didirikan dg kesucian idealisme, pada akhirnya akan masuk dalam sangkar hukum besi itu. Ini sudah terjadi berkali2 dlm politik Indonesia. Tetapi ini tak usah membuat kita sinis pada partai. Saya salut pada orang2 yg mau berlelah2 membangun partai. Sbb membangun partai amat tidak gampang. Yang mudah, duduk di pinggir lapangan dan menyoraki saja mereka yg “main” di tengah lapangan.

3. Jika Anies jadi mendirikan partai, saya yakin ini akan menjadi partai yg “idea-driven”, didorong oleh sebuah ide besar, yaitu (kira-kira) ide perubahan. Dalam hal ini, partai Anies ini memiliki kemiripan dg partai2 lain seperti PSI, Partai Buruh, dan Partai Hijau dlm hal berdiri dg dilatari oleh ide dan mimpi besar. Soal apakah nanti partai2 ini bisa berkembang dan lolos ke parlemen, itu soal ketrampilan masing2 elit partai itu untuk “bermain”. Dan ndak usah “sinis” pada istilah bermain dlm politik. Itu hal yg wajar dan niscaya dlm semua dinamik kepartaian di mana saja.

4. Demokrasi di Indonesia membutuhkan partai yg baik. Membangun tradisi partai yg baik tidaklah mudah. Setiap ada usaha mendirikan partai baru dg landasan mimpi dan ide besar, harus didukung. Minimal, kemunculan partai2 baru ini memaksa “partai2 tradisional” untuk tidak lengah dan bersikap malas. Lahirnya partai baru, bagi saya, menandakan bhw ada aspirasi di tengah2 masyarakat yg tidak tersalurkan lewat partai2 yg ada.

5. Saya memilih untuk tidak sinis pada setiap usaha membangun partai baru. Bahkan saya tidak sinis pada partai anak muda yg hari2 ini menjadi sasaran sinisme publik, yaitu PSI. Dengan segala kelemahannya, anak2 muda yg membangun PSI ini telah bekerja keras membangun partai baru dengan mimpi baru, walau banyak yg sinis pada partai ini krn telah mengkhianati mimpinya sendiri. Menuduh sebuah partai “berkhianat” gampang. Belum tentu jika harus mengurus dan berada di dalam partai, anda akan melakukan hal yg berbeda. Belum tentu lho.

6. Dengan mengatakan ini semua, tidak berarti saya mau mengatakan bhw semua partai harus dibiarkan begitu saja tanpa pengawasan yg “keras” dari publik. Kritik2 atas partai dan “permainan” mereka harus terus-menerus dilakukan. Intinya: tidak boleh ada “comfort zone” dalam kehidupaj politik. Semua hal “subject to scrutiny.” Tetapi sikap mau mengapresiasi orang2 yg telah dengan lelah bekerja jg harus ada. Sbb sinisme total jelas tak sehat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *