Liku-Liku Sejarah Yen: dari Puncak Kekuatan Hingga Kelemahan
Pada tahun 1986, angin sejarah berhembus di Los Angeles, California. Pemerintah setempat memutuskan untuk merambah pasar mata uang asing dengan cara yang tak biasa: mereka menjual obligasi untuk mendapatkan yen Jepang. Mengapa yen, Anda tanya? Ya, karena pada waktu itu, mata uang Jepang tengah melambung tinggi, meraih prestasi gemilang yang mengintimidasi mata uang lainnya, bahkan mengancam posisi dolar sebagai raja mata uang internasional.
Tindakan tersebut terinspirasi oleh studi dari Rod Steven (Capital & Class 1988), yang menggambarkan kekuatan besar yang dipegang Jepang atas “harta asing” dunia, mencapai $130 miliar dalam bentuk pinjaman pada tahun 1985. Dengan penuh keyakinan, Pemerintah Los Angeles berharap untuk meraih keuntungan dari tren yen yang terus meningkat.
Namun, seperti dalam kisah-kisah epik, mimpi indah seringkali dihiasi dengan tragedi. Meskipun yen bersinar gemilang sepanjang dekade 1980-an, cahayanya mulai memudar ketika dekade berganti, dan senantiasa menyusut hingga saat ini.
Ternyata, cerita yen bukanlah cerita yang baru. Bahkan sebelum perang yang mengguncang dunia, Jepang telah menggunakan kekuatan mata uang untuk menaklukkan musuhnya. Seperti yang diungkapkan oleh Guenther Stein dalam The Yen and the Sword (Pacific Affairs Vol. 12 1939), Jepang menjalankan strategi yang serupa pada masa lalu.
Pada periode yang gelap sebelum Perang Cina-Jepang Kedua, Jepang mengarahkan serangannya pada mata uang rivalnya, dolar perak Cina. Dengan kecerdikan yang membingungkan, mereka memborong dolar perak yang ada di Cina Utara, menghancurkan ekonomi Cina dengan membanjiri wilayah tersebut dengan yen. Strategi ini membuat Cina terguncang, komoditas mereka merosot, dan ekonomi mereka lumpuh.
Namun, seperti dalam setiap kisah heroik, ada pahlawan yang muncul. Cina menyadari bahaya yang mengintai dan mengambil tindakan tegas untuk melawan. Dengan manuver besar, mereka mengubah arah takdir dan mengusir yen dari wilayah mereka.
Akan tetapi ambisi Jepang tidak berakhir di Cina. Mereka bermimpi menjadikan yen sebagai mata uang dominan di kawasan Asia, membentuk apa yang mereka sebut sebagai “Yen Bloc”. Meskipun cita-cita tersebut tak sepenuhnya terwujud, Jepang terus berupaya menjadikan yen sebagai pemain utama di panggung mata uang dunia.
Namun, seperti dalam cerita mitos, kekuatan yang terlalu besar seringkali menjadi kutukan. Meskipun yen meroket tinggi, Jepang menyadari bahwa kekuatan itu memiliki konsekuensi yang merugikan. Nilai yen yang tinggi merugikan ekspor Jepang dan menghambat pertumbuhan ekonomi mereka. Bahkan, inflasi pun menghantui karena kenaikan nilai mata uang.
Dengan penuh kebijaksanaan, Jepang akhirnya menurunkan nilai yen mereka sendiri, menutup babak dramatis dalam kisah yen yang penuh liku-liku. Seperti yang diungkapkan dalam studi ekonomi Hiroo Taguchi, perjalanan yen dari puncak ke keheningan adalah perjalanan yang sarat makna, mengajar kita bahwa kekuatan tanpa bijaksana hanya akan menjadi beban.