Optimisme Ilan Pappe, Palestina, dan Keruntuhan Israel
4 mins read

Optimisme Ilan Pappe, Palestina, dan Keruntuhan Israel

Hari-hari ini pikiran saya dipenuhi oleh isu Palestina. Berita dan foto-foto tentang kebrutalan Israel atas anak-anak yang bertebaran di X/Twitter membuat saya gelisah dan terfiksasi pada isu ini. Saya kemudian bertanya-tanya sendiri: Kenapa Israel bisa sejahat ini?

Saya juga terus bertanya: Kapan bangsa Palestina bisa mendapatkan keadilan dan memiliki negara merdeka, berdaulat penuh seperti layaknya negeri-negeri lain? Saya sendiri sadar: prospek itu masih jauh. Sepertinya negara Palestina tidak akan berdiri dalam waktu dekat.

Saya sampai kepada kesimpulan: upaya perdamaian antara Palestina dan Israel akan selalu gagal. Kesalahan bukan dari pihak Palestina, tetapi dari pihak Israel dan negeri-negeri Barat (Amerika/Inggris).

Mereka, negeri-negeri Barat itu, sejatinya tidak menghendaki adanya negara Palestina.

Secara formal, negara-negara Barat memang mendorong proses perdamaian di Palestina. Tetapi usaha itu, menurut saya, setengah hati. Mulai dari Perjanjian Oslo hingga sekarang, usaha-usaha ke arah perdamaian yang disponsori negeri-negari Barat adalah “usaha setengah hati.” Half-hearted peace process!

Tetapi optimisme saya muncul kembali setelah membaca karya/pandangan-pandangan sejarawan “revisionis” Israel Ilan Pappe yang menulis buku penting: The Ethnic Cleansing of Palestine (One World, 2006). Buku ini adalah karya penting dari dalam Israel sendiri yang memberikan secuil harapan.

Optimisme Ilan Pappe, Palestina, dan Keruntuhan Israel
Buku Ilan Pappe

Ilan Pappe adalah satu dari beberapa sejarawan generasi baru di Israel yang biasa disebut “new historians”. Generasi baru ini muncul setelah arsip tentang tragedi Nakba 1948 yang menandai berdirinya negara Israel di-deklasifikasi pada akhir 1970an. Nama lain yang menonjol: Avi Shlaim.

Orang-orang seperti Ilan Pappe makin bertambah banyak, baik di dalam atau di luar Israel. Mereka mewakili kesadaran baru di kalangan masyarakat Yahudi bahwa ada yang salah dalam konstruksi negara Zionis selama ini. Ilan Pappe memulai karier akademisnya dengan membongkar sejarah Nakba 1948.

Bersama Avi Shlaim, Pappe mencoba menunjukkan bahwa negara Israel berdiri melalui sejarah berdarah-berdarah dalam peristiwa yang disebut Nakba pada 1948. Ada 800 ribu penduduk Palestina yang terusir gara-gara berdirinya Israel pada 1948. Narasi resmi Israel mencoba menutup sejarah ini.

Seperti ia tulis dalam bukunya itu, The Ethnic Cleansing of Palestine, Pappe menunjukkan bahwa apa yang terjadi sejak berdirinya Israel adalah proses pembasmian etnik secara pelan-pelan, dan berlangsung hingga sekarang.

Karena suaranya yang kritis ini, Pappe kehilangan pekerjaan.

Pappe sekarang tinggal di Inggris dan mengajar di Universitas Exeter. Ia tidak bisa lagi bekerja di Israel. Ia meraih gelar PhD dalam bidang sejarah di Univ Oxford di bawah bimbingan sejarawan besar Arab asal Lebanon, Prof. Albert Hourani.

Menurut pengakuan Pappe sendiri, Prof. Hourani-lah yang menanamkan pandangan yang kritis terhadap sejarah Israel. Pappe yang tumbuh dalam indoktrinasi negara Israel sejak muda akhirnya sadar bahwa narasi “nasionalistik” negara Israel selama ini mengandung masalah/problematik.

Dalam sebuah wawancara dua tahun lalu yang masih bisa dilihat di kanal Youtube, Pappe mengemukakan optimismenya: bahwa suatu saat akan lahir generasi baru Israel yang menyadari kebohongan propaganda yang dibangun oleh negara Israel selama ini.
Pappe mencontohkan kasus Afrika Selatan. Selama berpuluh2 tahun, sistem apartheid tegak di negara Afsel. Tetapi pelan-pelan sistem itu runtuh karena kehilangan sokongan moral-politik dari negara-negara lain, terutama di Barat. Kebohongan aparheid tak bisa tahan lama.

Pappe berharap, generasi baru di dalam dan luar Israel mulai menyadari sejarah berdirinya negara Yahudi yang berdarah2 itu. Ketika kesadaran baru itu muncul, kita bisa berharap akan terjadi perubahan fundamental dari *dalam* negeri Israel sendiri.

Hari2 ini kita menyaksikan optimisme Pappe itu mulai mewujud. Brutalitas Netanyahu di Gaza justru memantik simpati besar di seluruh dunia. Simpati bagi Palestina merebak merata di hampir semua kampus-kampus AS/Eropa. Demo dukungan bagi Palestina pecah di kota-kota besar di Eropa/USA.

Jika boleh melakukan prediksi, “keruntuhan” Zionisme justru akan datang dari Eropa/AS dan Israel sendiri. Zionisme lahir di Eropa, dan di sanalah beni-benih keruntuhan Zionisme akan berasal. Suara-suara kritis atas Zionisme di Barat inilah yang akan mengakhiri riwayat ideologi itu.

Runtuhnya Zionisme bukan berarti hilangnya negara Israel di Timteng. Saya berpandangan: negara Israel tetap akan berdiri di sana. Tetapi negara Palestina juga akan berdiri di sebelahnya. Ketegangan tentu akan tetap ada, tetapi senario “dua negara” akhirnya akan terlaksana.

Melihat Palestina hari ini, memang seperti tidak ada harapan. Kubu “ultra-kanan” di bawah Netanyahu begitu berjaya di Israel. Visi politik kubu ini sudah jelas: ingin menghabisi eksistensi Palestina, persis sama dengan visi Hamas. tidak ada bedanya.

Tetapi Pappe optimis, visi ultra-kanan ini pelan2 akan kehabisan energi dan digantikan oleh generasi baru yang lebih realistis. Sekian.

Berikut ini adalah wawancara dengan Pappe itu: https://youtu.be/yVhH35-Fwwg
Yang ingin membaca bukunya Ilan Pappe yg saya singgung di atas, silahkan: https://drive.google.com/file/d/1SaPzYb1Lc1N0Qnfibd7TK5SuUmtCWQK3/view

Twitter Ulil Abshar-Abdalla
@ulil

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *